Jakarta, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerima audiensi dari Koalisi Masyarakat Sipil yang menolak sejumlah ketentuan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI), Selasa (18/3). Audiensi ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, dan didampingi Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TNI, Utut Adianto, serta anggota DPR, Budisatrio Djiwandono.
Audiensi dan Sikap Koalisi Masyarakat Sipil
Sejumlah tokoh masyarakat sipil turut hadir dalam audiensi ini, termasuk aktivis Halida Hatta, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bedjo Untung, serta beberapa aktivis lainnya seperti Sumarsih, Natalia Soebagjo, dan pengacara Saor Siagian.
Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan bahwa revisi UU TNI berpotensi melemahkan demokrasi dan menghidupkan kembali konsep dwifungsi militer seperti yang terjadi pada era Orde Baru. Mereka mengkritik kemungkinan militer aktif menduduki jabatan-jabatan sipil, yang dinilai bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dalam demokrasi modern.
Kekhawatiran terhadap Dwifungsi Militer
Dalam pernyataan resminya, koalisi menyampaikan bahwa revisi UU TNI dapat menghambat profesionalisme militer dan mengancam demokrasi. “Agenda revisi UU TNI justru akan melemahkan profesionalisme militer itu sendiri dan sangat berpotensi mengembalikan Dwifungsi TNI, di mana militer aktif dapat menduduki jabatan-jabatan sipil,” bunyi pernyataan yang diterima pada Sabtu (15/3) malam.
Mereka menekankan bahwa salah satu reformasi besar pasca-Orde Baru adalah menghapus keterlibatan militer dalam pemerintahan sipil. Dengan adanya revisi ini, hal tersebut dikhawatirkan akan kembali berlaku, sehingga menimbulkan tantangan bagi prinsip negara demokratis dan supremasi hukum.
Respons DPR dan Perkembangan Pembahasan
Hingga berita ini ditulis, audiensi masih berlangsung. Pihak DPR menyatakan akan menampung aspirasi dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan akhir terkait revisi UU TNI. Ketua Panja RUU TNI, Utut Adianto, menegaskan bahwa pembahasan akan tetap dilakukan secara transparan dengan mempertimbangkan kepentingan nasional.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa revisi ini masih dalam tahap kajian mendalam. “Kami mendengarkan semua masukan dan akan mempertimbangkan setiap aspek sebelum keputusan diambil,” ujarnya.
Kesimpulan
Penolakan terhadap revisi UU TNI menunjukkan adanya kekhawatiran dari masyarakat sipil terhadap kemungkinan kembalinya peran ganda militer dalam pemerintahan. DPR, sebagai lembaga legislatif, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa perubahan regulasi tetap berada dalam koridor demokrasi dan tidak mengancam prinsip-prinsip reformasi yang telah dibangun.
Dengan adanya audiensi ini, diharapkan ada solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak, baik dalam menjaga profesionalisme TNI maupun dalam memastikan supremasi sipil tetap terjaga dalam sistem pemerintahan Indonesia.