Jakarta, Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, didakwa menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan emas logam mulia seberat 51 kilogram. Dugaan penerimaan gratifikasi ini terjadi selama periode 2012 hingga 2022, di mana Zarof diduga menerima pemberian dari pihak-pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan, mulai dari tingkat pertama hingga peninjauan kembali.

Jabatan Strategis dan Akses ke Hakim Agung

Selama berkarier di MA, Zarof memegang beberapa jabatan strategis. Ia menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Ditjen Badilum MA dari 30 Agustus 2006 hingga 1 September 2014. Setelah itu, ia diangkat menjadi Sekretaris Ditjen Badilum MA hingga Juli 2017, sebelum akhirnya menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA hingga 1 Februari 2022.

Dengan posisi-posisi tersebut, Zarof memiliki akses luas terhadap pejabat-pejabat di lingkungan Mahkamah Agung, termasuk hakim agung. Selain itu, perannya sebagai Widyaiswara yang mengajar dalam lingkungan peradilan semakin memperluas jejaringnya di dalam institusi hukum tertinggi tersebut.

Dakwaan Jaksa dan Pelanggaran Hukum

Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Senin (10/2), jaksa penuntut umum Nurachman Adikusumo mengungkapkan bahwa penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh Zarof tidak sesuai dengan profil penghasilannya sebagai pegawai negeri. Selain itu, penerimaan tersebut tidak dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana diatur dalam undang-undang.

“Atas penerimaan keseluruhan uang dan emas tersebut, terdakwa juga tidak melaporkan kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari setelah penerimaan dan tidak memasukkan harta kekayaan tersebut dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN),” ujar jaksa.

Zarof didakwa melanggar Pasal 12 B Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Jika terbukti bersalah, ia dapat menghadapi sanksi berat sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Baca juga :  SRIKANDI PLN UPT SEMARANG Tanam Pohon Untuk Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai di Sukodadi, Kendal

Implikasi bagi Institusi Peradilan

Kasus yang menjerat Zarof Ricar menambah daftar panjang kasus dugaan korupsi di lingkungan peradilan. Publik menaruh perhatian besar pada transparansi dan akuntabilitas di lembaga hukum, khususnya di Mahkamah Agung, yang seharusnya menjadi benteng keadilan.

Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya reformasi birokrasi di sektor peradilan guna mencegah praktik korupsi yang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Langkah tegas dari aparat penegak hukum diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang masih mencoba menyalahgunakan wewenangnya.

Menunggu Proses Hukum Selanjutnya

Saat ini, proses hukum terhadap Zarof masih berlangsung. Publik menantikan langkah berikutnya dari kejaksaan dalam membuktikan dugaan gratifikasi ini. Jika terbukti bersalah, kasus ini dapat menjadi momentum penting dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor peradilan.

Pemerintah dan lembaga terkait diharapkan dapat memperkuat sistem pengawasan dan memperbaiki regulasi guna memastikan integritas dalam sistem hukum Indonesia. Dengan demikian, proses hukum dapat berjalan secara transparan dan adil, serta membawa kepercayaan publik kembali kepada lembaga peradilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *