Jakarta, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membantah keras tuduhan doxing terhadap Warga Negara (WN) Denmark bernama Sverre, yang dikenal vokal dalam menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Inspektur Jenderal Krishna Murti selaku Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri menegaskan bahwa institusinya tidak pernah menyebarluaskan identitas pribadi siapa pun secara ilegal.

“Tidak ada peristiwa doxing seperti yang dituduhkan. Berita tersebut sepenuhnya tidak benar,” ujar Krishna dalam pernyataan resminya kepada awak media pada Selasa (8/4). Ia juga memastikan tidak ada anggota Polri yang terlibat dalam tindakan intimidasi terhadap Sverre, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Krishna menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan penelusuran internal, termasuk memverifikasi informasi melalui jalur komunikasi resmi dengan Kepolisian Denmark. Hasilnya, tidak ditemukan indikasi keterlibatan aparat Indonesia dalam kasus ini. “Sampai hari ini, kami tidak menerima laporan apa pun dari Kepolisian Denmark melalui Interpol ataupun jalur bilateral,” tegasnya.

Tudingan terhadap Polri mencuat setelah akun X @Sverre menyatakan dirinya mengalami intimidasi dari aparat setelah menyuarakan kritik terhadap revisi UU TNI. Salah satu unggahan akun @WSTWMYKY pada 23 Maret 2025 mengklaim bahwa rumah lama Sverre di Depok, ketika masih berstatus WNI, sempat didatangi orang tak dikenal. Unggahan itu kemudian menyebar luas di media sosial dan memicu polemik.

Dalam rentang waktu yang sama, akun pribadi Sverre, @zilverentinte, diretas. Pengelola akun tersebut sebelumnya aktif menyuarakan isu-isu militer dan hak sipil. Setelah diretas, muncul unggahan bernada permintaan maaf yang tidak konsisten dengan gaya komunikasi sebelumnya. Hal ini menimbulkan kecurigaan publik terhadap kemungkinan intervensi dari pihak luar.

Sverre mengklaim bahwa setelah insiden peretasan, perwakilan Polri sempat mengunjungi kediamannya di Kopenhagen, Denmark, dan menyampaikan permintaan maaf secara langsung. Namun, Krishna Murti membantah seluruh narasi tersebut dan menyatakan bahwa tidak ada anggota kepolisian yang dikirim ke Denmark dalam kaitan kasus ini.

Baca juga :  Prabowo Potong Anggaran Kemendikdasmen Rp8 Triliun, Ini Dampaknya

“Informasi itu tidak dapat diverifikasi. Kami justru melihat bahwa narasi tersebut dibuat tanpa bukti dan cenderung menyesatkan,” kata Krishna.

Pakar keamanan siber dan hubungan internasional menilai pentingnya transparansi dalam penanganan isu ini, mengingat reputasi institusi Polri menjadi sorotan. Direktur Lembaga Studi Siber dan Demokrasi, Fajar Wirawan, mengingatkan pentingnya akuntabilitas dalam menyikapi tudingan semacam ini. “Polri harus membuktikan komitmennya terhadap demokrasi dan hak asasi manusia, terutama saat sorotan publik begitu tajam,” ujarnya.

Kasus ini menambah daftar panjang kontroversi seputar revisi UU TNI yang dinilai sebagian kalangan sebagai upaya memperluas kewenangan militer di ranah sipil. Sejumlah aktivis dalam dan luar negeri telah menyatakan kekhawatirannya terhadap potensi kemunduran demokrasi di Indonesia apabila revisi tersebut disahkan tanpa pengawasan ketat.

Hingga kini, belum ada klarifikasi resmi dari Pemerintah Denmark terkait laporan Sverre. Polri menyatakan tetap membuka jalur komunikasi apabila ada permintaan klarifikasi dari otoritas asing secara formal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *