Jakarta, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, berencana memanggil dua perusahaan pemilik sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di area pagar laut Kabupaten Bekasi. Dua perusahaan tersebut adalah PT Cikarang Listrindo (CL) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN).

Nusron menegaskan bahwa SHGB yang dimiliki dua perusahaan tersebut menyalahi aturan karena berdiri di atas laut. Namun, pencabutan sertifikat tidak dapat dilakukan secara langsung mengingat masa berlaku sertifikat tersebut telah melewati lima tahun sejak diterbitkan.

Langkah Hukum dan Solusi yang Ditawarkan

Dalam keterangannya saat meninjau lokasi di Segarajaya, Kabupaten Bekasi, Selasa (4/2), Nusron menyatakan bahwa solusi awal yang ditawarkan adalah pengajuan pembatalan sertifikat secara sukarela oleh pemilik SHGB.

“Karena ini usianya sudah lebih dari lima tahun, maka langkah pertama adalah kami panggil. Kamu mau nggak mengajukan permohonan pembatalan SHGB, karena ini prosesnya salah, materialnya laut,” ujar Nusron.

Nusron juga mengingatkan bahwa klaim mengenai sejarah lahan tersebut, misalnya jika dulunya merupakan tambak atau daratan, tidak bisa dijadikan alasan sahnya kepemilikan. Ia menegaskan bahwa secara fakta, lahan tersebut saat ini adalah laut.

“Jangan akal-akalan, ini materialnya laut. Jangan mengatakan ini dulu empang atau apa. Kalau itu dulu empang, ini faktanya laut, sehingga kalau itu di empang masuk kategori tanah musnah,” tambahnya.

Jika dua perusahaan tersebut setuju, mereka dapat langsung mengajukan permohonan pembatalan sertifikat ke Kementerian ATR/BPN. Setelah itu, kementerian akan menindaklanjuti dengan proses pencabutan sertifikat.

Namun, apabila mereka menolak, maka Kementerian ATR/BPN akan menempuh jalur hukum dengan membawa kasus ini ke pengadilan. Nusron menyatakan bahwa pihaknya akan meminta pengadilan untuk mengeluarkan penetapan guna membatalkan SHGB tersebut.

Baca juga :  Tom Lembong Komentari Dugaan Suap Hakim dalam Perkara Korupsi CPO

“Kami akan datang ke pengadilan untuk minta penetapan supaya SHGB-nya dibatalkan dengan adanya perintah atau ketetapan pengadilan,” katanya.

Kontroversi Pagar Laut Bekasi

Pagar laut di Kabupaten Bekasi sempat menjadi sorotan setelah munculnya kontroversi serupa di Kabupaten Tangerang. Berdasarkan data, pagar laut di Bekasi berdiri di atas lahan seluas 581 hektare.

Lahan tersebut juga telah bersertifikat, dengan rincian:

  • PT Cikarang Listrindo memiliki 78 bidang dengan luas 90,159 hektare.
  • PT Mega Agung Nusantara memiliki 268 bidang dengan luas 419,635 hektare.
  • Sisanya, sekitar 72,6 hektare, tercatat atas nama 11 orang.

Namun, yang lebih mengejutkan, sertifikat tersebut mencatut nomor induk bidang tanah (NIB) milik 84 warga Desa Segarajaya. Hal ini memicu kekhawatiran dan pertanyaan besar mengenai legalitas serta transparansi proses penerbitan sertifikat lahan di wilayah tersebut.

Harapan Akan Penyelesaian yang Adil

Publik berharap agar permasalahan ini dapat diselesaikan secara adil dan transparan. Langkah Kementerian ATR/BPN dalam memanggil dua perusahaan pemilik SHGB merupakan langkah awal yang diharapkan dapat menghasilkan solusi yang tidak merugikan masyarakat dan lingkungan. Dengan adanya kejelasan mengenai kepemilikan lahan di atas laut, kasus serupa di masa depan dapat dicegah.

Dalam konteks kepastian hukum dan keadilan, pengawasan terhadap penerbitan sertifikat tanah di Indonesia perlu diperketat agar tidak terjadi kasus serupa di daerah lain. Pemerintah pun diharapkan dapat mengambil langkah tegas dalam menangani permasalahan ini demi menjaga keutuhan wilayah dan kepentingan masyarakat luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *