Jakarta, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mendiskualifikasi calon wakil bupati (cawabup) Pasaman, Sumatera Barat, Anggit Kurniawan Nasution. Keputusan ini diambil setelah terbukti bahwa Anggit tidak jujur mengungkapkan statusnya sebagai mantan terpidana dalam kasus penipuan.
Putusan tersebut merupakan hasil dari pengabulan sebagian permohonan yang diajukan oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati Pasaman Nomor Urut 2, Mara Ondak dan Desrizal. Perkara ini tercatat dalam register Nomor 02/PHPU.BUP-XXIII/2025.
Landasan Hukum dan Alasan Diskualifikasi
Ketua MK, Suhartoyo, dalam amar putusannya menyatakan bahwa pencalonan Anggit sebagai calon wakil bupati Pasaman pada Pilkada 2024 dinyatakan tidak sah karena tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. “Menyatakan diskualifikasi terhadap Anggit Kurniawan Nasution sebagai calon wakil bupati Pasaman dalam Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Pasaman Tahun 2024,” ujar Suhartoyo di Gedung I MK, Jakarta.
Dalam pertimbangannya, MK menegaskan bahwa meskipun seseorang yang pernah dipidana di bawah 5 tahun tidak perlu menjalani masa jeda 5 tahun untuk mencalonkan diri, namun transparansi tetap menjadi kewajiban mutlak. Setiap mantan terpidana wajib mengumumkan status hukumnya secara terbuka, disertai bukti sah berupa surat keterangan.
Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 293/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel, Anggit pernah dijatuhi hukuman pidana selama 2 bulan 24 hari atas kasus penipuan. Meski tidak memenuhi syarat masa jeda, ketiadaan pengungkapan fakta ini menjadi dasar utama diskualifikasinya.
Kelalaian dan Konsekuensi Hukum
MK mengungkapkan bahwa Anggit tetap mengajukan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) yang menyatakan dirinya tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan surat dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyebutnya tidak pernah menjadi terpidana. Padahal, seharusnya Anggit menolak kedua surat tersebut dan mengajukan keberatan atas ketidaksesuaian informasi.
KPU Kabupaten Pasaman selaku Termohon diperintahkan oleh MK untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang (PSU) paling lambat 60 hari sejak putusan dibacakan. PSU ini dilakukan tanpa mengikutsertakan Anggit sebagai peserta. Meski demikian, calon bupati pendamping Anggit, Welly Suhery, tetap diperbolehkan mengikuti PSU.
Langkah Selanjutnya: PSU dan Kampanye
MK memberikan wewenang penuh kepada partai pengusung Anggit untuk menunjuk pengganti cawabup, tanpa mengubah nomor urut pasangan calon, yakni nomor urut 1. Selain itu, KPU Kabupaten Pasaman diperintahkan untuk mengadakan satu kali kampanye atau debat terbuka bagi setiap pasangan calon untuk memaparkan visi, misi, dan program sebelum PSU berlangsung.
Kesimpulan
Kasus ini menjadi pengingat kuat bagi para calon kepala daerah mengenai pentingnya keterbukaan dan integritas dalam proses pencalonan. Keputusan MK mencerminkan prinsip keadilan dan transparansi yang harus ditegakkan demi menjaga demokrasi yang sehat. Dengan adanya PSU, masyarakat Pasaman diharapkan tetap menggunakan hak pilihnya secara bijak dan cerdas.