Jakarta, Pemerintah bersama Komisi I DPR RI kembali menggelar rapat kerja untuk membahas perubahan dalam Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu (19/3) malam. Pembahasan ini dilakukan menjelang pengesahan yang akan segera dilaksanakan dalam rapat paripurna terdekat.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa rapat kerja tersebut tidak mengubah substansi utama dalam draf RUU TNI. Menurutnya, perubahan yang dilakukan hanya bersifat gramatikal dan teknis bahasa. “Hanya menyesuaikan dari sisi gramatikal saja, ada yang keamanan yang seharusnya pertahanan,” ujar Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Perubahan Minimal dalam RUU TNI
Lebih lanjut, Supratman menjelaskan bahwa perubahan bahasa tersebut hanya terjadi pada satu pasal dalam draf RUU TNI. Ia juga memastikan bahwa substansi mengenai tugas pertahanan nasional tetap tidak mengalami perubahan, termasuk dalam menghadapi ancaman siber yang kian berkembang saat ini.
Selain itu, Supratman menekankan bahwa perubahan ini juga untuk meredakan kekhawatiran publik terkait kemungkinan kebangkitan dwifungsi ABRI. “Yang lain-lain menyangkut soal tugas pertahanan tidak ada yang berubah, tetap sama untuk mengantisipasi ancaman, termasuk pertahanan siber,” jelasnya.
Ketika ditanya mengenai jadwal pengesahan RUU TNI dalam rapat paripurna, Supratman mengaku belum mendapatkan informasi resmi terkait agenda tersebut. “Saya belum tahu, saya belum dapat informasi apakah besok atau tidak,” ungkapnya.
Rapat Kerja Digelar Secara Tertutup
Agenda rapat kerja malam ini tidak dibuka untuk awak media, dan tidak ada informasi resmi yang dibagikan terkait jalannya pembahasan. Namun, berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, sejumlah pejabat tampak hadir dalam pertemuan tersebut. Beberapa di antaranya adalah Wakil Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TNI di DPR Dave Laksono, Budi Djiwandono, Utut Adianto, serta Wakil Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto.
Mahasiswa Gelar Demonstrasi, DPR Ingatkan Untuk Tetap Kondusif
Di sisi lain, menjelang pengesahan RUU TNI, sejumlah mahasiswa menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR. Wakil Ketua Panja RUU TNI, Dave Laksono, menanggapi aksi tersebut dengan menyatakan bahwa demonstrasi merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Namun, ia mengingatkan agar aksi tetap berlangsung dalam koridor hukum yang berlaku. “Itu adalah hak kebebasan setiap warga untuk menyampaikan aspirasinya, selama masih sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” ujarnya.
Dave juga menegaskan bahwa perbedaan pendapat dalam proses legislasi adalah hal yang wajar. Namun, ia memastikan bahwa RUU TNI yang akan disahkan tidak mengembalikan konsep dwifungsi ABRI seperti yang dikhawatirkan oleh sebagian masyarakat. “Hal-hal yang berkaitan dengan kembalinya dwifungsi di TNI atau ABRI itu tidak akan mungkin terjadi, karena tidak ada aturan yang mengarah pada pemberangusan supremasi sipil,” tutupnya.
Dengan masih berlangsungnya pembahasan dan pro kontra yang menyertainya, publik kini menanti keputusan final dalam rapat paripurna DPR terkait RUU TNI. Kejelasan mengenai substansi aturan yang akan disahkan diharapkan mampu meredakan kekhawatiran masyarakat dan memastikan penguatan sistem pertahanan nasional yang sesuai dengan prinsip demokrasi.