Jakarta, Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar diduga sempat meminta uang sebesar Rp15 miliar dalam rangka pengurusan perkara pembunuhan yang melibatkan Gregorius Ronald Tannur sebagai terdakwa. Informasi ini terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi yang melibatkan tiga mantan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (18/2).

Dalam sidang tersebut, saksi Stephanie Christel, yang pernah magang di kantor hukum Lisa Associates, memberikan keterangan terkait pertemuan antara Zarof Ricar dan Lisa Rachmat, pengacara Ronald Tannur. Jaksa dalam persidangan mempertanyakan pengetahuan Stephanie mengenai permintaan vonis bebas terhadap Ronald Tannur oleh Zarof Ricar.

Kesepakatan Uang untuk Pengurusan Perkara

Stephanie mengungkapkan bahwa dirinya mendengar adanya kesepakatan antara Zarof dan Lisa Rachmat terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Dalam kesepakatan tersebut, Zarof awalnya menyebut nominal Rp15 miliar untuk mengurus putusan bebas Ronald Tannur. Namun, setelah proses negosiasi, jumlah tersebut akhirnya disepakati menjadi Rp5 miliar.

“Saya mendengar Pak Zarof menyebut nominal untuk diurus ke orang MA, ke temannya. Awalnya Rp15 miliar, lalu ditawar hingga akhirnya menjadi Rp5 miliar dan deal,” ungkap Stephanie di hadapan majelis hakim.

Stephanie juga mengonfirmasi bahwa dirinya mendengar percakapan tersebut secara langsung saat berada di lokasi pertemuan. Biasanya, ia menunggu di luar, tetapi pada saat itu kebetulan dirinya berada di dalam ruangan.

Keterlibatan Mantan Hakim dalam Dugaan Suap

Selain pengungkapan terkait Zarof Ricar, jaksa juga menghadirkan ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, sebagai saksi. Dalam perkara ini, tiga mantan hakim PN Surabaya, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, didakwa menerima suap sebesar Rp1 miliar serta Sin$308.000 yang diduga digunakan untuk mengurus perkara Ronald Tannur. Jika ditotal, jumlah suap yang diterima mencapai sekitar Rp4,3 miliar.

Baca juga :  Erick Thohir Angkat Mayor Jenderal TNI Novi Helmy Prasetya Jadi Bos Bulog

Suap tersebut diberikan dalam rentang waktu antara Januari hingga Agustus 2024. Lokasi pertemuan antara pihak yang terlibat disebutkan terjadi di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Surabaya serta sebuah gerai Dunkin’ Donuts di Bandara Jenderal Ahmad Yani, Semarang.

Pada akhirnya, PN Surabaya memutuskan untuk membebaskan Ronald Tannur melalui putusan Nomor: 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024. Namun, putusan tersebut kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi. Ronald Tannur akhirnya dijatuhi hukuman lima tahun penjara, meskipun terdapat dissenting opinion dari Ketua Majelis Kasasi Soesilo yang berpendapat bahwa Tannur seharusnya dibebaskan dari segala dakwaan.

Dugaan Gratifikasi oleh Hakim PN Surabaya

Selain dakwaan menerima suap, ketiga mantan hakim PN Surabaya juga didakwa menerima gratifikasi dalam jumlah besar. Erintuah Damanik disebut menerima uang dalam berbagai mata uang, yakni Rp97.500.000, Sin$32.000, serta RM35.992,25. Ia menyimpan dana tersebut di rumah dan apartemennya tanpa melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam batas waktu 30 hari, sehingga dianggap sebagai gratifikasi ilegal.

Sementara itu, Heru Hanindyo disebut menerima gratifikasi berupa uang tunai sebesar Rp104.500.000, US$18.400, Sin$19.100, ¥100.000, €6.000, serta SR21.715. Uang tersebut disimpan di Safe Deposit Box (SDB) Bank Mandiri Kantor Cabang Cikini, Jakarta Pusat, serta di rumahnya.

Mangapul juga diduga menerima uang yang tidak sah menurut hukum dengan rincian Rp21.400.000, US$2.000, dan Sin$6.000. Ia menyimpan uang tersebut di apartemennya.

Kesimpulan

Kasus ini menunjukkan bagaimana dugaan praktik suap dan gratifikasi terjadi di lingkungan peradilan, termasuk di tingkat Mahkamah Agung. Dengan adanya saksi yang memberikan keterangan di persidangan, diharapkan pengungkapan lebih lanjut mengenai keterlibatan para pihak dalam skandal ini dapat terungkap dengan transparan. Penegakan hukum yang tegas diperlukan agar kepercayaan publik terhadap institusi peradilan tetap terjaga dan keadilan dapat ditegakkan tanpa intervensi kepentingan tertentu.

Baca juga :  Peluang Pertemuan Prabowo-Megawati Sebelum atau Sesudah Kongres PDIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *