Surabaya – Heru Hanindyo, hakim anggota Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang sebelumnya menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tannur, secara resmi mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Tipikor PN Jakarta Pusat yang menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta kepadanya.

Kuasa hukum Heru, Farih Romdoni, mengonfirmasi langkah banding tersebut telah diajukan per 14 Mei 2025. Ia menyatakan bahwa putusan majelis hakim belum mempertimbangkan secara utuh pembelaan atau pleidoi yang disampaikan pihaknya. “Faktanya, penyerahan uang dari Lisa, pengacara Ronald Tannur, kepada Pak Heru tidak terbukti. Bahkan, pada hari yang dituduhkan terjadi pembagian uang di antara para hakim, Pak Heru tidak berada di Surabaya,” ungkap Farih dalam keterangan tertulis.

Heru Hanindyo merupakan salah satu dari tiga hakim yang membebaskan Ronald Tannur dalam sidang perkara pembunuhan Dini Sera Afriyanti di PN Surabaya pada 24 Juli 2024. Putusan tersebut sempat menuai kontroversi karena di tingkat kasasi Mahkamah Agung, vonis bebas itu dibatalkan dan Ronald Tannur dijatuhi hukuman lima tahun penjara.

Dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Heru divonis bersalah menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp4,3 miliar bersama dua koleganya, Erintuah Damanik dan Mangapul. Uang suap tersebut diduga diberikan untuk memengaruhi putusan bebas terhadap Ronald. Tidak hanya itu, Heru juga disebut menerima gratifikasi dalam berbagai bentuk mata uang asing yang disimpan di Safe Deposit Box Bank Mandiri Cikini dan rumah pribadinya.

Meski Heru mengajukan banding, dua koleganya, Erintuah dan Mangapul, menerima vonis masing-masing tujuh tahun penjara serta denda Rp500 juta. Ketiganya dinilai melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga :  Skandal Suap Hakim: Pesan Mantan Ketua PN Surabaya dalam Vonis Bebas Ronald Tannur

Kasus ini turut menyeret nama mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung, Zarof Ricar, yang disebut menerima Rp50 miliar untuk pengurusan perkara terkait Sugar Group dan Marubeni, serta diduga terlibat dalam kasus Tannur. Penegakan hukum terhadap para hakim ini menunjukkan pentingnya integritas dalam sistem peradilan demi menjamin kepercayaan publik terhadap institusi pengadilan.

Sebagai bagian dari upaya menjaga transparansi dan akuntabilitas, publik menaruh perhatian besar terhadap proses banding yang diajukan Heru Hanindyo. Jika upaya ini ditolak, maka putusan 10 tahun penjara dan denda tetap akan berlaku.

Kredibilitas dan integritas hakim sebagai penjaga keadilan tengah diuji. Penanganan kasus ini menjadi sorotan nasional yang mencerminkan komitmen lembaga peradilan dalam menindak praktik korupsi, bahkan di dalam tubuhnya sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *