Medan – Pengadilan Tinggi Medan resmi memperkuat vonis mati terhadap Hendrik Kosumo (41), pemilik pabrik ekstasi rumahan di kawasan Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Sumatera Utara. Putusan ini menegaskan kembali vonis sebelumnya yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Medan pada 6 Maret 2025.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, Longser Sormin, menyatakan bahwa tidak ada alasan hukum yang dapat meringankan hukuman terdakwa. Ia menjelaskan bahwa Hendrik terbukti secara sah memproduksi dan mengedarkan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman dengan berat melebihi lima gram. Aktivitas itu dilakukan secara terorganisir dan berdampak buruk terhadap masyarakat.

Selain hukuman mati bagi Hendrik, sang istri, Debby Kent (36), juga menerima vonis penjara selama 20 tahun. Ia dinyatakan turut serta dalam kegiatan ilegal tersebut bersama tiga terdakwa lain yakni Arpen Tua Purba (29), Hilda Dame Ulina Pangaribuan (36), dan Mhd Syahrul Savawi alias Dodi (43). Khusus untuk Dodi, hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup karena terbukti berperan dalam pengadaan alat cetak serta jaringan pemasaran ekstasi.

Majelis hakim menilai seluruh tindakan para terdakwa sangat meresahkan masyarakat dan bertentangan dengan semangat pemerintah dalam memerangi peredaran narkoba. Oleh karena itu, hukuman berat dianggap wajar sebagai bentuk efek jera. “Perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemberantasan narkoba dan merusak generasi muda,” ujar hakim ketua Nani Sukmawati dalam pembacaan amar putusan.

Pabrik ekstasi rumahan yang dikelola Hendrik Kosumo dibongkar oleh pihak kepolisian setelah dilakukan penyelidikan intensif. Barang bukti berupa alat produksi, bahan kimia, serta ribuan butir pil ekstasi berhasil diamankan. Berdasarkan hasil penyidikan, jaringan ini telah beroperasi selama lebih dari satu tahun dan menjangkau wilayah luar Kota Medan.

Baca juga :  Kejagung Buka Peluang Panggil Ahok Terkait Kasus Korupsi Minyak Mentah

Jaksa Penuntut Umum Kejari Medan, Rizqi Darmawan, sebelumnya telah menuntut pidana mati terhadap Hendrik dan Dodi. Dalam persidangan, jaksa menegaskan bahwa tindakan para terdakwa telah melanggar Pasal 113 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Putusan Pengadilan Tinggi Medan ini menunjukkan keseriusan lembaga peradilan dalam memberantas narkotika di Indonesia. Pemerintah terus mengimbau masyarakat untuk tidak terlibat dalam peredaran narkoba dan melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungan sekitar. Keputusan ini juga diharapkan menjadi pelajaran bagi pelaku lain agar tidak menjadikan narkoba sebagai jalan hidup.

Dengan mengedepankan prinsip keadilan dan ketegasan hukum, aparat penegak hukum terus berkomitmen menjaga Indonesia dari ancaman peredaran gelap narkotika yang dapat menghancurkan masa depan bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *