Jakarta, Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penggeledahan di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Tanjung Gerem milik Pertamina di Cilegon, Banten. Langkah ini merupakan bagian dari pengembangan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero).

Proses Penggeledahan

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa penggeledahan dilakukan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus pada Jumat (28/2) mulai pukul 10.30 WIB. “Sedang berlangsung sejak sekitar pukul 10.30 WIB di Merak, di sebuah kantor fuel terminal Tanjung Gerem, Cilegon, Banten,” ujar Harli dalam konferensi pers.

Harli belum memberikan rincian terkait barang bukti yang dicari dalam penggeledahan tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa proses ini bertujuan mencari alat bukti tambahan untuk memperkuat penyidikan. “Karena ini masih sedang berlangsung, kita akan tentu update apa yang menjadi hasil dari penggeledahan yang dilakukan di tempat ini,” tambahnya.

Kaitan dengan Kasus Korupsi Minyak Mentah

Penggeledahan ini terkait dengan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina tahun 2018-2023, yang telah menyeret sembilan orang tersangka. Enam di antaranya merupakan pegawai Pertamina, sementara tiga lainnya berasal dari pihak swasta.

Beberapa nama yang telah ditetapkan sebagai tersangka meliputi Riva Siahaan (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga), SDS (Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional), YF (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping), dan AP (VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina Internasional). Selain itu, ada pula tersangka dari sektor swasta seperti MKAN (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa), DW (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim), serta YRJ (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Dirut PT Orbit Terminal Merak).

Baca juga :  DPR Terima Audiensi Koalisi Sipil Tolak RUU TNI, Bahas Dampak terhadap Demokrasi

Kejagung mencatat bahwa total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya meliputi kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sebesar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker senilai Rp2,7 triliun, serta kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker yang mencapai Rp9 triliun. Selain itu, ada pula kerugian pemberian kompensasi pada 2023 sebesar Rp126 triliun dan kerugian subsidi pada tahun yang sama sebesar Rp21 triliun.

Respons Pertamina

Menanggapi proses hukum ini, PT Pertamina (Persero) menyatakan bahwa mereka menghormati tugas dan kewenangan Kejagung. Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan kesiapan perusahaan untuk bekerja sama dengan aparat berwenang. “Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah,” kata Fadjar dalam keterangan resmi.

Di tengah kasus ini, Pertamina juga meluruskan isu terkait kualitas BBM mereka. Fadjar membantah bahwa Pertamax merupakan BBM oplosan dan menjelaskan perbedaan antara oplosan dan blending. Menurutnya, blending adalah proses pencampuran bahan bakar sesuai standar tertentu untuk mencapai kadar oktan atau RON tertentu, berbeda dengan oplosan yang dilakukan tanpa aturan.

Kesimpulan

Penggeledahan di Terminal BBM Tanjung Gerem menjadi bagian penting dari upaya Kejagung mengungkap kasus dugaan korupsi minyak mentah Pertamina. Dengan potensi kerugian negara yang fantastis, yaitu Rp193,7 triliun, masyarakat menanti kelanjutan proses hukum ini. Sementara itu, Pertamina berkomitmen mendukung proses penyidikan sambil menjaga kepercayaan publik terkait kualitas BBM mereka.

Kami akan terus memperbarui informasi terbaru seputar kasus ini. Tetap pantau perkembangan berita hanya di sini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *