Jakarta, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menegaskan bahwa tidak akan ada kebijakan pemutihan pajak kendaraan bagi warga Jakarta yang menunggak pembayaran. Berbeda dengan daerah lain, seperti Jawa Barat yang menghapus tunggakan pajak kendaraan, Jakarta tetap mewajibkan pemilik kendaraan untuk memenuhi kewajibannya.
Pramono menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisis, banyak kendaraan yang tidak membayar pajak di Jakarta merupakan mobil kedua dan ketiga milik warga. Oleh karena itu, pemerintah DKI Jakarta tetap akan mengejar pemilik kendaraan agar membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kami tidak mengkritik daerah lain sama sekali. Namun, ketika kami dalami, rata-rata mobil kedua dan ketiga yang tidak bayar pajak di Jakarta. Maka saya akan mengejar, mau mobil berapa pun monggo, tetapi harus bayar pajak,” ujar Pramono dalam keterangannya pada Rabu (26/3), seperti dikutip dari detik.com.
Kebijakan Pembebasan PBB-P2 untuk Rumah dan Apartemen
Selain kebijakan pajak kendaraan, Pramono juga mengumumkan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) untuk rumah dan apartemen dengan kriteria tertentu. Dalam Keputusan Gubernur Nomor 281 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 25 Maret 2025, pemerintah DKI Jakarta menetapkan bahwa:
- Rumah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp2 miliar akan dibebaskan dari PBB.
- Apartemen dengan NJOP di bawah Rp650 juta juga mendapatkan pembebasan PBB.
Menurut Pramono, kebijakan ini bertujuan untuk membantu masyarakat kelas menengah ke bawah agar tidak terbebani oleh pajak properti. Namun, aturan ini tidak berlaku bagi kepemilikan rumah kedua dan seterusnya.
“Jadi kalau rumah yang NJOP-nya di bawah Rp2 miliar, maka PBB-nya digratiskan. Yang baru adalah jika ada apartemen yang NJOP-nya di bawah Rp650 juta, PBB-nya juga kita gratiskan,” jelasnya.
Pajak untuk Kepemilikan Rumah Kedua dan Seterusnya
Pramono juga menegaskan bahwa pembebasan pajak hanya berlaku untuk kepemilikan properti pertama. Untuk rumah kedua, pemerintah memberikan keringanan sebesar 50 persen dari total PBB yang harus dibayar. Sementara itu, rumah ketiga dan seterusnya tetap dikenakan pajak penuh.
“Dengan demikian, hampir sebagian besar warga Jakarta akan mendapat keringanan PBB, kecuali mereka yang tergolong mampu,” katanya.
Ia menambahkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan keadilan sosial, sehingga warga yang memiliki lebih dari satu rumah tetap berkontribusi dalam pembayaran pajak.
“Jika NJOP bangunan pertama dibebaskan penuh, maka NJOP rumah kedua mendapatkan keringanan 50 persen. Sementara rumah ketiga dan seterusnya tetap harus membayar pajak penuh karena mereka sudah mampu,” ungkapnya.
Dampak Kebijakan terhadap Masyarakat
Kebijakan yang diumumkan oleh Pramono ini diharapkan dapat memberikan kelegaan bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi, khususnya mereka yang hanya memiliki satu rumah atau apartemen dengan NJOP rendah. Namun, kebijakan tegas terkait pajak kendaraan bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mengoptimalkan pendapatan daerah.
Pemerintah DKI Jakarta terus mengimbau masyarakat agar memahami kewajiban pajak mereka serta mendukung kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan keadilan sosial di ibu kota. Dengan kebijakan ini, diharapkan distribusi beban pajak menjadi lebih proporsional sesuai dengan kemampuan ekonomi warga Jakarta.