Jakarta, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta kembali menunjukkan langkah tegas dalam memberantas korupsi. Pada Kamis (23/1), Wali Kota Jakarta Barat, Uus Kuswanto, diperiksa sebagai saksi terkait dugaan penyimpangan anggaran kegiatan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Kasi Penkum Kejati Jakarta, Syahron Hasibuan, menyatakan bahwa pemeriksaan ini merupakan bagian dari prosedur hukum untuk mendapatkan informasi dan melengkapi berkas perkara. “Bagian dari prosedur hukum untuk mendapatkan informasi, klarifikasi, memperkuat pembuktian, dan melengkapi berkas terkait perkara tersebut,” ujarnya melalui keterangan tertulis.
Selain Wali Kota Jakarta Barat, sembilan saksi lain juga turut diperiksa, termasuk mantan Kabid Pemanfaatan Dinas Kebudayaan, CSR. Beberapa saksi lainnya yang dipanggil adalah NI (Direktur PT Karya Mitra Seraya), EPT (Direktur PT Akses Lintas Solusi), PSM (Direktur PT Nurul Karya Mandiri), serta perwakilan dari beberapa sanggar seni seperti Sanggar Pesona Art Management, Nelza Art, Maheswari, Inlander Management, dan Dipatama Musantata.
Penyidikan Dimulai Sejak 2024
Kasus dugaan penyimpangan anggaran Dinas Kebudayaan ini telah memasuki tahap penyidikan sejak 17 Desember 2024. Dalam prosesnya, Kejati Jakarta telah menetapkan tiga tersangka utama, yaitu:
- Kepala Dinas Kebudayaan Pemprov Jakarta, Iwan Henry Wardhana.
- Mantan Plt Kabid Pemanfaatan pada Dinas Kebudayaan, Mohamad Fairza Maulana.
- Pemilik EO GR-Pro, Gatot Arif Rahmadi.
Menurut penyidik, Iwan dan Fairza diduga melakukan pemufakatan jahat bersama Gatot dengan menggunakan EO miliknya untuk melaksanakan kegiatan Pemanfaatan Dinas Kebudayaan. Modus yang dilakukan mencakup penggunaan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan SPJ guna mencairkan dana kegiatan Pergelaran Seni dan Budaya.
Setelah dana masuk ke rekening sanggar-sanggar tersebut, uang ditarik kembali oleh Gatot dan ditampung dalam rekening pribadinya. Dana itu kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Iwan dan Fairza.
Sanksi Hukum yang Dihadapi
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Transparansi dalam Pengelolaan Anggaran
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat pemerintah dan pengelolaan anggaran yang seharusnya dimanfaatkan untuk kegiatan budaya. Pengamat hukum menilai bahwa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara harus terus ditegakkan untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.
Melalui langkah-langkah hukum yang tegas, diharapkan kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi seluruh pihak untuk lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan amanah yang diberikan.