Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap konstruksi kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan flyover di Simpang SKA, Riau. Kasus ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp60,85 miliar dan menyeret lima tersangka dari unsur pemerintah serta swasta.
Rincian Kasus dan Modus Operandi
Pembangunan flyover yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau tahun 2017-2018 ini terdiri dari tiga kontrak. Kontrak perencanaan senilai Rp544,98 juta dimenangkan oleh PT Plato Isoiki (PT PI), kontrak pelaksanaan sebesar Rp159,25 miliar dimenangkan oleh PT Cipta Marga-Semangat Hasrat (KSO), serta kontrak pengawasan senilai Rp1,33 miliar yang dimenangkan oleh PT Yodya Karya.
KPK mengungkapkan adanya lima tindakan melawan hukum yang dilakukan para tersangka:
- Pinjam Bendera Perusahaan – Gusrizal, seorang pihak swasta, menggunakan nama PT PI dengan fee 7%. PT PI sendiri tidak mengerjakan proyek perencanaan secara nyata, dan pihak manajemen perusahaan hanya bertindak sebagai formalitas dalam proses tender.
- Personel Fiktif – PT PI mengajukan nama-nama tenaga ahli yang seharusnya mengerjakan Review Detail Engineering Design (DED) flyover. Namun, para tenaga ahli tersebut tidak pernah terlibat dalam proyek, dan tindakan ini dibiarkan oleh Yunannaris selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
- Kelalaian dalam Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) – Yunannaris tidak melakukan penyusunan HPS, tidak membuat perhitungan detail, serta tidak mengumpulkan data pendukung sebagaimana yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.
- Subkontrak Ilegal – Triandi Chandra dan Elpi Sandra dari KSO mengalihkan pekerjaan utama kepada pihak lain tanpa persetujuan resmi dari PPK. Proses ini dianggap melanggar kontrak yang telah disepakati.
- Pemalsuan Dokumen Kualifikasi – Nurbaiti, Kepala PT Yodya Karya Cabang Pekanbaru, membiarkan pencantuman data yang tidak benar serta pemalsuan tanda tangan dalam dokumen kualifikasi tenaga ahli. Bahkan, tenaga pengawas yang seharusnya berasal dari PT Yodya Karya ternyata tidak sesuai dengan kontrak.
Kerugian Negara dan Tindakan Hukum
Berdasarkan hasil investigasi KPK, rincian kerugian negara meliputi:
- Rp58,96 miliar dari pekerjaan konstruksi
- Rp544,9 juta dari kontrak perencanaan
- Rp1,3 miliar dari konsultan pengawasan
Total kerugian yang ditaksir mencapai Rp60,85 miliar. Para tersangka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menegaskan bahwa kasus ini akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lebih lanjut. “Kami berkomitmen untuk menegakkan hukum dan mencegah terjadinya korupsi serupa di masa mendatang,” ujarnya.
Dampak dan Langkah Pencegahan
Skandal ini menjadi pukulan bagi transparansi dan tata kelola proyek infrastruktur di daerah. Masyarakat diharapkan lebih kritis dalam mengawasi proyek-proyek yang menggunakan anggaran negara. Selain itu, sistem tender dan pengawasan internal harus diperketat agar tidak memberikan celah bagi tindakan koruptif.
Dengan adanya kasus ini, pemerintah daerah dan pusat diharapkan meningkatkan akuntabilitas dalam setiap proyek pembangunan guna memastikan bahwa dana publik digunakan dengan efisien dan bertanggung jawab.