Jakarta, Ketua DPR RI, Puan Maharani, meminta masyarakat untuk tidak terburu-buru mencurigai usulan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi dalam revisi keempat Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba). Menurutnya, DPR akan membuka ruang diskusi yang luas agar seluruh elemen masyarakat dapat memberikan masukan sebelum keputusan final diambil.
RUU Minerba dan Polemik Izin Tambang untuk Kampus
Revisi UU Minerba telah disepakati sebagai usulan DPR dalam Rapat Paripurna pada 23 November 2024. Keputusan ini diambil setelah masing-masing fraksi menyampaikan pendapatnya secara tertulis. Namun, usulan mengenai pemberian izin tambang bagi perguruan tinggi menimbulkan beragam reaksi di publik.
Puan menegaskan bahwa proses pembahasan masih dalam tahap awal. Oleh karena itu, ia meminta publik tidak langsung mencurigai niat di balik usulan tersebut. “Jadi jangan belum apa-apa kita saling curiga. Kita bahas bersama dulu, cari titik temu agar ini bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Puan di kompleks parlemen, Kamis (30/1).
DPR Buka Ruang Aspirasi Publik
Menanggapi anggapan bahwa kebijakan ini dibuat untuk meredam daya kritis perguruan tinggi, Puan menegaskan bahwa DPR akan membuka ruang seluas-luasnya bagi kampus dan masyarakat untuk memberikan pendapat mereka. “Kami akan mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak, baik dari perguruan tinggi maupun masyarakat umum,” katanya.
Dalam RUU Minerba yang tengah dibahas, pemberian izin usaha tambang untuk perguruan tinggi tercantum dalam Pasal 51A. Usulan ini memberikan prioritas kepada kampus yang ingin mengelola tambang dengan beberapa syarat, termasuk akreditasi minimal B. Tujuannya adalah untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan bagi masyarakat.
Pro Kontra Pemberian Izin Tambang ke Kampus
Usulan ini menuai berbagai tanggapan dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR sendiri. Andreas Hugo Pareira dari Fraksi PDIP, misalnya, menilai bahwa pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi bertentangan dengan Undang-Undang Pendidikan Tinggi.
“Perguruan tinggi memiliki tiga fungsi utama, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Jika ditambah dengan fungsi pertambangan, hal ini bertentangan dengan UU Pendidikan,” ujar Andreas dalam rapat Baleg DPR pada 20 Januari 2025.
Selain itu, beberapa akademisi dan pegiat lingkungan juga mempertanyakan dampak kebijakan ini terhadap independensi kampus serta potensi konflik kepentingan antara dunia akademik dan industri pertambangan. Mereka khawatir bahwa pemberian izin ini bisa menggeser fokus utama perguruan tinggi dari pendidikan dan penelitian menjadi aktivitas komersial.