Jakarta, Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke lima negara Timur Tengah yakni Uni Emirat Arab, Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania menjadi sorotan publik dan pakar geopolitik. Langkah strategis ini dinilai tidak hanya mempererat hubungan bilateral, namun juga memperkuat posisi Indonesia dalam konstelasi politik Global South.
Ketua Dewan Direktur GREAT Institute, Syahganda Nainggolan, menyebut bahwa safari diplomatik ini merupakan bentuk komitmen kuat Indonesia dalam membangun solidaritas global. Dalam diskusi bertema “Mencermati Arah Politik dan Diplomasi Prabowo di Timur Tengah dan Turki”, Syahganda meyakini bahwa Prabowo memiliki potensi besar untuk tampil sebagai salah satu tokoh pemimpin global.
Namun, ia menyoroti pentingnya komunikasi politik yang efektif. Menurutnya, pemerintah harus memastikan bahwa setiap langkah kebijakan luar negeri disampaikan secara terbuka dan strategis agar tidak menimbulkan kesan negatif di mata internasional.
“Pemerintah perlu membangun komunikasi politik yang lebih baik sehingga kebijakan luar negeri Indonesia tidak mendapatkan persepsi negatif,” ujar Syahganda dalam FGD di kantor GREAT Institute, Jakarta Selatan, Senin (14/4).
Dr. Teguh Santosa, Direktur Geopolitik di lembaga yang sama, menekankan pentingnya menjaga kemandirian dalam membangun hubungan internasional. Ia menolak pandangan bahwa menjauh dari satu kekuatan hegemonik berarti harus bergantung pada kekuatan hegemonik lain.
“Salah besar bila kita mengatakan bahwa antitesa dari ketergantungan pada satu negara hegemonik adalah dengan bersandar pada negara hegemonik lain,” tegas Teguh.
Ia menambahkan bahwa dinamika global, seperti perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok, harus dimanfaatkan Indonesia untuk memperkuat hubungan dengan berbagai negara berdasarkan prinsip saling menghormati kedaulatan.
Optimisme serupa disampaikan oleh Dr. Zarmansyah, yang menilai bahwa investasi Indonesia dalam diplomasi perdamaian global harus terus dilanjutkan. Ia berharap safari Prabowo tidak hanya memperkuat kerja sama politik, tetapi juga membuka jalur kemitraan ekonomi yang lebih luas.
“Kehadiran Indonesia dalam menjaga perdamaian di banyak negara dan kawasan harus diikuti dengan kerja sama ekonomi agar kita memiliki mitra alternatif yang strategis,” ungkap Zarmansyah.
FGD tersebut juga menghadirkan para pemikir dan ilmuwan seperti Dr. Nurhayati Assegaf, Dr. Hilmy Bakar Almascaty, serta akademisi lainnya. Mereka sepakat bahwa langkah Presiden Prabowo menuju kawasan Timur Tengah adalah bagian dari repositioning Indonesia dalam diplomasi global.
Dengan pendekatan yang mengutamakan prinsip saling menghormati dan menjaga kedaulatan, Indonesia berpeluang menjadi kekuatan diplomatik yang tak hanya diperhitungkan, tetapi juga disegani.