Jakarta, Mahkamah Agung (MA) resmi menunjuk Mashuri Effendie sebagai pelaksana tugas Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggantikan Arif Nuryanta. Penunjukan ini dilakukan setelah Kejaksaan Agung menetapkan Arif Nuryanta sebagai tersangka kasus suap terkait vonis lepas perkara korupsi ekspor minyak sawit.
Juru Bicara Mahkamah Agung, Yanto, menjelaskan bahwa sesuai struktur kepemimpinan pengadilan, posisi ketua akan diisi sementara oleh wakilnya apabila terjadi kekosongan karena alasan hukum. Dalam hal ini, Mashuri Effendie yang menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jaksel akan mengambil alih tugas sebagai pelaksana tugas Ketua.
“Ketika ketua berhalangan karena proses hukum, maka tugasnya diambil alih oleh wakil ketua. Hal ini sudah menjadi ketentuan dalam rapat pimpinan,” ujar Yanto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (14/4).
Yanto juga menyampaikan bahwa empat hakim dan satu panitera pengadilan yang terlibat dalam perkara suap akan diberhentikan sementara selama proses hukum berjalan. Mahkamah Agung menegaskan tidak akan mentolerir pelanggaran etik dan hukum di lingkungan peradilan.
“MA sangat prihatin dengan kasus yang mencoreng wajah peradilan ini, terlebih saat lembaga tengah melakukan pembenahan dan transformasi sistem pengadilan yang bersih dan profesional,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait vonis lepas korporasi dalam perkara ekspor minyak kelapa sawit periode 2021–2022. Ketujuh tersangka tersebut meliputi Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, dua pengacara bernama Marcella Santoso dan Ariyanto, serta Panitera Muda Wahyu Gunawan. Tiga hakim lainnya yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom juga ikut terseret dalam perkara ini.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, menyampaikan bahwa suap yang diberikan mencapai Rp60 miliar. Dana tersebut diberikan oleh dua pengacara yang mewakili tiga perusahaan besar, yaitu PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group. Tujuannya adalah untuk mempengaruhi putusan agar majelis hakim menjatuhkan vonis lepas atau onslagt kepada korporasi terkait.
Menurut Qohar, Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat menggunakan pengaruh jabatannya untuk mengatur jalannya persidangan. “Vonis lepas diberikan meskipun unsur pidana telah terpenuhi. Namun majelis hakim berpendapat bahwa perbuatan tersebut bukan tindak pidana,” ujarnya.